A. Pertumbuhan Janin yang Berlebihan
1. Pendahuluan
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 dan jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi besar adalah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3 % dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4 %. Pada panggul normal,janin dengan berat badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan penting. Selain itu, janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan.
2. Diagnosis
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan yang teliti tentang adanya disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu dilakukan. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur pula secara teliti dengan menggunakan alat ultrasonik.
3. Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala ke bawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.
4. Penanganan
Pada disproporsi sevalopelvik karena janin besar, seksio sesarea perlu dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomi mediolateral yang cukup luas, hidung serta mulut janin dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam ke bawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil, tubuh janin diputar dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan lahir di bawah simfisis. Bila dengan cara ini pun belum berhasil, penolong memasukkan tangannya ke dalam vagina dan berusaha melahirkan lengan belakang janin dengan menggerakkan di muka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri digunakan tangan kanan penolong, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul guna melahirkan lengan depan.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan kleidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
B. Hidrosefalus
1. Defenisi
Hidrosefalus ialah keadaan di mana terjadi penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500 sampai 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus seringkali disertai kelainan bawaan lain seperti spina bifida. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak sungsang. Bagaimana pun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvik dengan segala akibatnya.
2. Diagnosis
Bila janin dalam presentasi kepala, diagnosis tidak terlalu sulit. Untuk memudahkan pemeriksaan, kandung kencing harus dikosongkan lebih dahulu. Pada palpasi ditemukan kepala yang jauh lebih besar daripada biasa serta menonjol di atas simfisis. Karena kepala janin besar dan tidak dapat masuk ke dalam panggul, denyut jantung paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi. Pada pemeriksaan dalam diraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan regang, sedangkan tulang kepala sangat tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan rontgenologik menunjukkan kepala janin sangat besar dengan tulang-tulang yang sangat tipis. Diagnosis hidrosefalus pada letak sungsang lebih sulit dan sering baru dibuat setelah dialami kesulitan dalam kelahiran kepala, di mana teraba kepala yang besar menonjol di atas simfisis. Pemeriksaan rontgenologik pada hidrosefalus dengan janin dalam letak sungsang tidak dapat memberi kepastian, karena kepala normal pada letak sungsang dapat memberi gambaran seolah-olah sangat besar. Untuk menghindarkan kesalahan pada pemeriksaan rontgenologik harus diperhatikan beberapa hal : 1) muka janin sangat kecil bila dibandingkan dengan tengkorak; 2) kepala berbentuk bulat, berbeda dengan kepala biasa yang berbentuk ovoid; 3) bayangan tulang kepala sangat tipis.
Untuk menghilangkan keragu-raguan dapat pula dibantu dengan pemeriksaan secara ultrasonik atau M.R.I. Kemungkinan hidrosefalus harus dipikirkan apabila :
1) kepala tidak masuk ke dalam panggul, pada persalinan dengan panggul normal dan his kuat.
2) kepala janin teraba sebagai benda besar di atas simfisis.
3. Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya ruptura uteri akan mengancam penderita tersebut. Ruptura uteri pada hidrosefalus dapat terjadi sebelum pembukaan serviks menjadi lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah uterus.
4. Penanganan
Persalinan pada wanita dengan janin hidrosefalus perlu dilakukan pengawasan yang seksama, karena bahaya terjadinya ruptura uteri selalu mengancam. Pada hidrosefalus yang nyata, kepala janin harus dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 cm cairan cerebrospinalis dikeluarkan dengan pungsi pada kepala menggunakan jarum spinal;setelah kepala mengecil, bahaya regangan segmen bawah uterus hilang, sehingga tidak terjadi kesulitan penurunan kepala ke dalam rongga panggul. Bila janin dalam letak sungsang, pengeluaran cairan dari kepala yang tidak dapat lahir dilakukan dengan pungsi atau perforasi melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura temporalis. Dianjurkan pula untuk mencoba melakukan ventrikulosentesis transabdominal dengan jarum spinal; dalam hal ini kandung kencing harus dikosongkan lebih dahulu.
C. Kelainan Bentuk Janin yang Lain.
1. Janin Kembar-Melekat (Double Monster)
Janin kembar melekat adalah keadaan di mana terdapat perlekatan antara 2 janin pada kehamilan kembar. Janin yang satu dapat jauh lebih kecil daripada yang lain, tetapi dapat pula kedua janin kira-kira sama besarnya. Pada jenis pertama kadang-kadang janin yang satu sangat kecil dan tidak lengkap, sehingga seolah-olah merupakan parasit pada yang lain. Bentuknya tidak simetris dan penyatuan kedua janin tidak terjadi antara dua bagian yang sama (misalnya antara kepala dengan dada). Pada jenis kedua, penyatuan terjadi secara longitudinal atau secara lateral. Pada penyatuan longitudinal kepala yang satu berhubungan dengan kepala yang lain (kraniopagus), atau panggul yang satu dengan panggul yang lain (pigopagus). Penyatuan lateral bisa terjadi pada dada (torakopagus) atau pada daerah perut (omfalopagus). Kemungkinan dapat terjadi penyatuan bagian bawah tubuh seluruhnnya dengan dua kepala (disefalus) dan dengan satu kepala (sinsefalus)
Diagnosis janin kembar melekat sukar ditentukan antepartum. Kadang-kadang pemeriksaan rontgenologik yang dilakukan atas dugaan adanya hamil kembar dapat menunjukkan adanya penyatuan kedua janin. Pada umumnya diagnosis baru dapat ditegakkan bila persalinan macet dan pada pemeriksaan jalan lahir kelainan tersebut kebetulan ditemukan oleh tangan penolong. Kelahiran janin kembar melekat dengan satu janin yang jauh lebih kecil daripada yang lain dan janin kembar dengan penyatuan janin secara longitudinal biasanya berlangsung tanpa kesukaran. Kesukaran persalinan biasanya terjadi pada janin kembar melekat dengan penyatuan janin secara lateral. Meskipun demikian, terdapat banyak kasus biasanya terjadi persalinan prematur, atau hubungan antara kedua janin tidak seberapa erat, sehingga kelahiran yang satu dapat mendahului yang lain. Torakopagus merupakan janin kembar melekat yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
Apabila terjadi kemacetan, dapat dilakukan tindakan vaginal dengan merusak janin, atau melakukan seksio sesarea. Tindakan pertama dapat dilakukan lebih mudah pada letak sungsang karena janin dapat digunakan sebagai pegangan dalam melaksanakan tindakan tersebut. Pada umumnya seksio sesarea lebih aman untuk melahirkan janin kembar melekat daripada melakukan pembedahan vaginal yang sukar. Pada antenatal care yang baik dengan mempergunakan USG pada 16-18 minggu kehamilan atau MRI kiranya lebih dini dapat ditentukan apakah kehamilan dapat dilangsungkan atau dihentikan mengingat prognosis dari monster tersebut tidak selalu baik.
2. Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distosia, akibat dari asites, atau tumor hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai. Kandung kencing yang sangat penuh dapat pula menimbulkan gejala yang sama. Diagnosis dapat dibuat dengan memasukkan tangan ke dalam uterus, dan meraba perut janin. Apabila terjadi kesukaran persalinan, bila perut berisi cairan (asites, tumor kistik), dapat dilakukan pungsi perut, akan tetapi bila disebabkan oleh tumor padat, sebaiknya dilakukan seksio sesarea atau pengecilan tumor per varginam.
3. Tumor-tumor lain pada janin
Di samping tumor-tumor dalam perut yang sudah dibahas di atas, masih ada tumor-tumor pada bagian lain bagian lain tubuh janin yang dapat menyebabkan distosia. Tumor pada glandula tireoidea jarang sekali demikian besar sehingga menimbulkan distosia. Tetapi bila dijumpai, terapi yang terbaik ialah seksio sesarea. Tumor pada daerah pelvis janin, biasanya merupakan jenis teratoma atau janin kembar melekat jenis pigomelus parasitikus. Pada presentasi kepala, tumor pelvis biasanya tidak menimbulkan kesukaran persalinan; kesukaran lebih sering terjadi bila janin dalam letak sungsang, dan untuk ini perlu dilakukan pengecilan tumor per vaginam.
D. Prolapsus Funikuli
1. Defenisi
Prolapsus funikuli ialah keadaan di mana tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah.
Apabila tali pusat dapat diraba di samping atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedang ketuban belum pecah, keadaan itu dinamakan tali pusat terdepan. Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi janin. Pada tali pusat terdepan, sebelum ketuban pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya kematian janin sangat besar. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam kepustakaan dunia, bahwa angka kejadian prolapsus funikuli berkisar antara 0,3 % sampai 0,6 % persalinan.
2. Etiologi
Keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin tersebut, merupakan predisposisi turunnya tali pusat dan terjadinya prolapsus funikuli. Dengan demikian prolapsus funikuli sering ditemukan pada letak lintang dan letak sungsang, terutama presentasi bokong kaki. Pada presentasi kepala, antara lain dapat terjadi pada disproporsi sefalopelvik. Pada kehamilan prematur lebih sering dijumpai, karena kepala anak yang kecil tidak dapat menutupi pintu atas panggul.
3. Diagnosis
Adanya tali pusat menumbung atau tali pusat terdepan pada umumnya baru dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah terjadi pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan, dapat diraba bagian yang berdenyut di belakang selaput ketuban, sedangkan pada prolapsus funikuli tali pusat dapat diraba dengan dua jari; tali pusat yang berdenyut menandakan bahwa janin masih hidup. Oleh karena diagnosis pada umumnya hanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan dalam, maka pemeriksaan dalam mutlak harus dilakukan pada saat ketuban pecah bila bagian terendah janin belum masuk ke dalam rongga panggul. Pemeriksaan dalam perlu pula dilakukan apabila terjadi kelambatan denyut jantung janin tanpa adanya sebab yang jelas.
4. Penanganan
Pada prolapsus funikuli, janin menghadapi bahaya hipoksia, karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali pusat terdepan ancaman bahaya tersebut sewaktu-waktu dapat terjadi.
Pada prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut, tetapi pembukaan belum lengkap, maka hanya terdapat 2 pilihan, yakni melakukan reposisi tali pusat atau menyelamatkan persalinan dengan seksio sesarea. Cara yang terbaik untuk melakukan reposisi adalah dengan memasukkan gumpalan kain kasa yang tebal ke dalam jalan lahir, melilitkannya dengan hati-hati ke tali pusat, kemudian mendorong seluruhnya perlahan-lahan ke kavum uteri di atas bagian terendah janin. Tindakan ini lebih mudah dilakukan bila wanita yang bersangkutan ditidurkan dalam posisi Trendelenburg.
Apabila diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea, maka sementara menunggu persiapan perlu dijaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin. Untuk hal itu, selain meletakkan wanita dalam posisi Trendelenburg, satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah turunnya bagian terendah di dalam rongga panggul. Pada multipara dengan ukuran panggul normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin harus segera dilahirkan. Pada letak sungsang janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki, pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi, sedangkan pada presentasi belakang kepala dilakukang tekanan yang cukup kuat pada fundus uteri pada waktu his, agar supaya kepala janin masuk ke dalam rongga panggul dan segera dapat dilahirkan, bilamana perlu, tindakan ini dapat dibantu dengan melakukan ekstraksi cunam.
Pada keadaan di mana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi sehingga berlangsung spontan, dan tindakan hanya dilakukan apabila diperlukan demi kepentingan ibu. Pada tali pusat terdepan penderita ditidurkan dalam posisi Trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali pusat masuk kembali ke dalam kavum uteri. Selama menunggu, denyut jantung janin diawasi dengan seksama sedangkan kemajuan persalinan hendaknya selalu dinilai dengan pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi, Jilid 1, Edisi 2. EGC: Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi, Jilid 2, Edisi 2. EGC: Jakarta.
Tahir, Mardiah dan Farid, Retno Budiati. 2007. Buku Panduan Kerja, Keterampilan Pemeriksaan Obstetri. FK-UH: Makassar.
Winkjosastro H.,dkk. 2007. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardho.
1. Pendahuluan
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 dan jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi besar adalah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3 % dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4 %. Pada panggul normal,janin dengan berat badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan penting. Selain itu, janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan.
2. Diagnosis
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan yang teliti tentang adanya disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu dilakukan. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur pula secara teliti dengan menggunakan alat ultrasonik.
3. Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala ke bawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.
4. Penanganan
Pada disproporsi sevalopelvik karena janin besar, seksio sesarea perlu dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomi mediolateral yang cukup luas, hidung serta mulut janin dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam ke bawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil, tubuh janin diputar dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan lahir di bawah simfisis. Bila dengan cara ini pun belum berhasil, penolong memasukkan tangannya ke dalam vagina dan berusaha melahirkan lengan belakang janin dengan menggerakkan di muka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri digunakan tangan kanan penolong, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul guna melahirkan lengan depan.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan kleidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
B. Hidrosefalus
1. Defenisi
Hidrosefalus ialah keadaan di mana terjadi penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500 sampai 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrosefalus seringkali disertai kelainan bawaan lain seperti spina bifida. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak sungsang. Bagaimana pun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvik dengan segala akibatnya.
2. Diagnosis
Bila janin dalam presentasi kepala, diagnosis tidak terlalu sulit. Untuk memudahkan pemeriksaan, kandung kencing harus dikosongkan lebih dahulu. Pada palpasi ditemukan kepala yang jauh lebih besar daripada biasa serta menonjol di atas simfisis. Karena kepala janin besar dan tidak dapat masuk ke dalam panggul, denyut jantung paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi. Pada pemeriksaan dalam diraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan regang, sedangkan tulang kepala sangat tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan rontgenologik menunjukkan kepala janin sangat besar dengan tulang-tulang yang sangat tipis. Diagnosis hidrosefalus pada letak sungsang lebih sulit dan sering baru dibuat setelah dialami kesulitan dalam kelahiran kepala, di mana teraba kepala yang besar menonjol di atas simfisis. Pemeriksaan rontgenologik pada hidrosefalus dengan janin dalam letak sungsang tidak dapat memberi kepastian, karena kepala normal pada letak sungsang dapat memberi gambaran seolah-olah sangat besar. Untuk menghindarkan kesalahan pada pemeriksaan rontgenologik harus diperhatikan beberapa hal : 1) muka janin sangat kecil bila dibandingkan dengan tengkorak; 2) kepala berbentuk bulat, berbeda dengan kepala biasa yang berbentuk ovoid; 3) bayangan tulang kepala sangat tipis.
Untuk menghilangkan keragu-raguan dapat pula dibantu dengan pemeriksaan secara ultrasonik atau M.R.I. Kemungkinan hidrosefalus harus dipikirkan apabila :
1) kepala tidak masuk ke dalam panggul, pada persalinan dengan panggul normal dan his kuat.
2) kepala janin teraba sebagai benda besar di atas simfisis.
3. Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya ruptura uteri akan mengancam penderita tersebut. Ruptura uteri pada hidrosefalus dapat terjadi sebelum pembukaan serviks menjadi lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah uterus.
4. Penanganan
Persalinan pada wanita dengan janin hidrosefalus perlu dilakukan pengawasan yang seksama, karena bahaya terjadinya ruptura uteri selalu mengancam. Pada hidrosefalus yang nyata, kepala janin harus dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 cm cairan cerebrospinalis dikeluarkan dengan pungsi pada kepala menggunakan jarum spinal;setelah kepala mengecil, bahaya regangan segmen bawah uterus hilang, sehingga tidak terjadi kesulitan penurunan kepala ke dalam rongga panggul. Bila janin dalam letak sungsang, pengeluaran cairan dari kepala yang tidak dapat lahir dilakukan dengan pungsi atau perforasi melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura temporalis. Dianjurkan pula untuk mencoba melakukan ventrikulosentesis transabdominal dengan jarum spinal; dalam hal ini kandung kencing harus dikosongkan lebih dahulu.
C. Kelainan Bentuk Janin yang Lain.
1. Janin Kembar-Melekat (Double Monster)
Janin kembar melekat adalah keadaan di mana terdapat perlekatan antara 2 janin pada kehamilan kembar. Janin yang satu dapat jauh lebih kecil daripada yang lain, tetapi dapat pula kedua janin kira-kira sama besarnya. Pada jenis pertama kadang-kadang janin yang satu sangat kecil dan tidak lengkap, sehingga seolah-olah merupakan parasit pada yang lain. Bentuknya tidak simetris dan penyatuan kedua janin tidak terjadi antara dua bagian yang sama (misalnya antara kepala dengan dada). Pada jenis kedua, penyatuan terjadi secara longitudinal atau secara lateral. Pada penyatuan longitudinal kepala yang satu berhubungan dengan kepala yang lain (kraniopagus), atau panggul yang satu dengan panggul yang lain (pigopagus). Penyatuan lateral bisa terjadi pada dada (torakopagus) atau pada daerah perut (omfalopagus). Kemungkinan dapat terjadi penyatuan bagian bawah tubuh seluruhnnya dengan dua kepala (disefalus) dan dengan satu kepala (sinsefalus)
Diagnosis janin kembar melekat sukar ditentukan antepartum. Kadang-kadang pemeriksaan rontgenologik yang dilakukan atas dugaan adanya hamil kembar dapat menunjukkan adanya penyatuan kedua janin. Pada umumnya diagnosis baru dapat ditegakkan bila persalinan macet dan pada pemeriksaan jalan lahir kelainan tersebut kebetulan ditemukan oleh tangan penolong. Kelahiran janin kembar melekat dengan satu janin yang jauh lebih kecil daripada yang lain dan janin kembar dengan penyatuan janin secara longitudinal biasanya berlangsung tanpa kesukaran. Kesukaran persalinan biasanya terjadi pada janin kembar melekat dengan penyatuan janin secara lateral. Meskipun demikian, terdapat banyak kasus biasanya terjadi persalinan prematur, atau hubungan antara kedua janin tidak seberapa erat, sehingga kelahiran yang satu dapat mendahului yang lain. Torakopagus merupakan janin kembar melekat yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
Apabila terjadi kemacetan, dapat dilakukan tindakan vaginal dengan merusak janin, atau melakukan seksio sesarea. Tindakan pertama dapat dilakukan lebih mudah pada letak sungsang karena janin dapat digunakan sebagai pegangan dalam melaksanakan tindakan tersebut. Pada umumnya seksio sesarea lebih aman untuk melahirkan janin kembar melekat daripada melakukan pembedahan vaginal yang sukar. Pada antenatal care yang baik dengan mempergunakan USG pada 16-18 minggu kehamilan atau MRI kiranya lebih dini dapat ditentukan apakah kehamilan dapat dilangsungkan atau dihentikan mengingat prognosis dari monster tersebut tidak selalu baik.
2. Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distosia, akibat dari asites, atau tumor hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai. Kandung kencing yang sangat penuh dapat pula menimbulkan gejala yang sama. Diagnosis dapat dibuat dengan memasukkan tangan ke dalam uterus, dan meraba perut janin. Apabila terjadi kesukaran persalinan, bila perut berisi cairan (asites, tumor kistik), dapat dilakukan pungsi perut, akan tetapi bila disebabkan oleh tumor padat, sebaiknya dilakukan seksio sesarea atau pengecilan tumor per varginam.
3. Tumor-tumor lain pada janin
Di samping tumor-tumor dalam perut yang sudah dibahas di atas, masih ada tumor-tumor pada bagian lain bagian lain tubuh janin yang dapat menyebabkan distosia. Tumor pada glandula tireoidea jarang sekali demikian besar sehingga menimbulkan distosia. Tetapi bila dijumpai, terapi yang terbaik ialah seksio sesarea. Tumor pada daerah pelvis janin, biasanya merupakan jenis teratoma atau janin kembar melekat jenis pigomelus parasitikus. Pada presentasi kepala, tumor pelvis biasanya tidak menimbulkan kesukaran persalinan; kesukaran lebih sering terjadi bila janin dalam letak sungsang, dan untuk ini perlu dilakukan pengecilan tumor per vaginam.
D. Prolapsus Funikuli
1. Defenisi
Prolapsus funikuli ialah keadaan di mana tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah.
Apabila tali pusat dapat diraba di samping atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedang ketuban belum pecah, keadaan itu dinamakan tali pusat terdepan. Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi janin. Pada tali pusat terdepan, sebelum ketuban pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya kematian janin sangat besar. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam kepustakaan dunia, bahwa angka kejadian prolapsus funikuli berkisar antara 0,3 % sampai 0,6 % persalinan.
2. Etiologi
Keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin tersebut, merupakan predisposisi turunnya tali pusat dan terjadinya prolapsus funikuli. Dengan demikian prolapsus funikuli sering ditemukan pada letak lintang dan letak sungsang, terutama presentasi bokong kaki. Pada presentasi kepala, antara lain dapat terjadi pada disproporsi sefalopelvik. Pada kehamilan prematur lebih sering dijumpai, karena kepala anak yang kecil tidak dapat menutupi pintu atas panggul.
3. Diagnosis
Adanya tali pusat menumbung atau tali pusat terdepan pada umumnya baru dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah terjadi pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan, dapat diraba bagian yang berdenyut di belakang selaput ketuban, sedangkan pada prolapsus funikuli tali pusat dapat diraba dengan dua jari; tali pusat yang berdenyut menandakan bahwa janin masih hidup. Oleh karena diagnosis pada umumnya hanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan dalam, maka pemeriksaan dalam mutlak harus dilakukan pada saat ketuban pecah bila bagian terendah janin belum masuk ke dalam rongga panggul. Pemeriksaan dalam perlu pula dilakukan apabila terjadi kelambatan denyut jantung janin tanpa adanya sebab yang jelas.
4. Penanganan
Pada prolapsus funikuli, janin menghadapi bahaya hipoksia, karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali pusat terdepan ancaman bahaya tersebut sewaktu-waktu dapat terjadi.
Pada prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut, tetapi pembukaan belum lengkap, maka hanya terdapat 2 pilihan, yakni melakukan reposisi tali pusat atau menyelamatkan persalinan dengan seksio sesarea. Cara yang terbaik untuk melakukan reposisi adalah dengan memasukkan gumpalan kain kasa yang tebal ke dalam jalan lahir, melilitkannya dengan hati-hati ke tali pusat, kemudian mendorong seluruhnya perlahan-lahan ke kavum uteri di atas bagian terendah janin. Tindakan ini lebih mudah dilakukan bila wanita yang bersangkutan ditidurkan dalam posisi Trendelenburg.
Apabila diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea, maka sementara menunggu persiapan perlu dijaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin. Untuk hal itu, selain meletakkan wanita dalam posisi Trendelenburg, satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah turunnya bagian terendah di dalam rongga panggul. Pada multipara dengan ukuran panggul normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin harus segera dilahirkan. Pada letak sungsang janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki, pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi, sedangkan pada presentasi belakang kepala dilakukang tekanan yang cukup kuat pada fundus uteri pada waktu his, agar supaya kepala janin masuk ke dalam rongga panggul dan segera dapat dilahirkan, bilamana perlu, tindakan ini dapat dibantu dengan melakukan ekstraksi cunam.
Pada keadaan di mana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi sehingga berlangsung spontan, dan tindakan hanya dilakukan apabila diperlukan demi kepentingan ibu. Pada tali pusat terdepan penderita ditidurkan dalam posisi Trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali pusat masuk kembali ke dalam kavum uteri. Selama menunggu, denyut jantung janin diawasi dengan seksama sedangkan kemajuan persalinan hendaknya selalu dinilai dengan pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi, Jilid 1, Edisi 2. EGC: Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi, Jilid 2, Edisi 2. EGC: Jakarta.
Tahir, Mardiah dan Farid, Retno Budiati. 2007. Buku Panduan Kerja, Keterampilan Pemeriksaan Obstetri. FK-UH: Makassar.
Winkjosastro H.,dkk. 2007. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardho.